Senin, 02 Januari 2017

LUKISAN WAYANG DI DESA KAMASAN TINJAUAN ETNOARKEOLOGI

LUKISAN WAYANG DI DESA KAMASAN
TINJAUAN ETNOARKEOLOGI


Abdimas Al Ikromi Arifqi
1401405009


ABSTRACT
Ethnoarchaeology Research is a reconstruction of archaeological context in answering the society of human life in the past, present, and future. The objective of the study is to provide support of anthropological data for understanding archaeological phenomena. one aspect of Ethnoarchaeology is puppet paintings in Kamasan village, Klungkung, Bali.  question of this study is what the raw material for making a painting, what stories contained in the painting, and what the role of this puppet painting for the people in the village of Kamasan, bali. This research aims to understand about painting puppet Kamasan village, Bali. This study used a qualitative approach by interviewing residents and painters painting puppet Kamasan village. the results of the study showed bawha puppet paintings in Kamasan village is made of canvas colored with watercolor, stories contained in the painting is usually the phylosoph of hindu and Bali culture.

Keywoards : ethnoarchaeology, puppet painting, Kamasan village.

ABSTRAK

Penelitian etnoarkeologi merupakan konteks rekonstruksi arkeologi dalam menjawab kehidupan manusia masyarakat zaman dahulu, kini dan akan datang. Tujuan studi etnoarkeologi adalah pemberian dukungan data antropologi dalam membedah fenomena-fenomena arkeologi. Salah satu aspek etnoarkeologi adalah lukisan wayang di desa kamasan, klungkung, Bali. pertanyaan dari penelitian ini adalah apa bahan baku pembuatan lukisan, apa cerita yang terkandung dalam lukisan, dan apa peranan lukisan wayang ini bagi masyarakat di desa kamasan, bali. penelitian ini bertujuan untuk memahami tentang lukisan wayang di desa kamasan, bali. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara mewawancarai warga dan pelukis lukisan wayang di desa kamasan. hasil dari penelitian menunjukkan bawha lukisan wayang di desa kamasan ini terbuat dari kain kanvas yang diwarnai dengan cat air, cerita yang terdapat dalam lukisan biasanya merupakan filosofi agama hindu dan kebudayaan Bali.

Kata kunci : etnoarkeologi, lukisan wayang, Desa Kamasan.

Pengantar
Desa Kamasan memiliki kekayaan peninggalan arkeologi yang kaya dan beragam sesuai dengan nilai budaya tiap peninggalan arkeologi. Salah satu kekayaan arkeologinya adalah lukisan wayang yang terdapat di Kertha Gosa, Klungkung, Bali. Lukisan-lukisan tersebut bercerita tentang perjalanan Bhima ke Swarga Loka, Diah Tantri, Sang Garuda mencari Amerta dan Palelindon.

            Di Desa Kamasan sendiri terdapat beberapa pelukis yang bisa membuat lukisan wayang yang sangat indah, kajian etnoarkeologi terhadap lukisan wayang di desa kamasan ini adalah kajian arkeologi dan antropologi untuk melihat tentang apa itu lukisan wayang beserta bahan pembuatan hingga peranan lukisan wayang ini bagi masyarakat Desa Kamasan sendiri.

            Kajian etnoarkeologi dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kajian etnografi secara informal memberikan informasi kepada ahli arkeologi. Disebut etnoarkeologi informal jika pengamatan etnografi dilakukan hanya sekilas saja, tetapi dimaksudkan untuk kepentingan arkeologi. Kedua, etnoarkeologi mengkaji secara khusus salah satu aspek tertentu dari budaya yang masih hidup, misalnya mata pencaharian, teknologi, atau religi. Ketiga, etnoarkeologi menelaah secara mendalam seluruh budaya masyarakat yang masih hidup sebagai konteks penciptaan budaya bendawi. Schiffer (Tanudirjo, 2009:3) menyatakan etnoarkeologi adalah kajian tentang budaya bendawi dalam sistem budaya yang masih ada untuk mendapatkan informasi, khusus maupun umum, yang dapat berguna bagi penelitian arkeologi. Etnoarkeologi menelisik hubungan antara tindakan manusia dan budaya bendawi di masa kini untuk menyediakan prinsip prinsip yang dibutuhkan dalam kajian tentang masa lampau. Kajian-kajian arkeologi telah melihat potensi-potensi  prasejarah kehidupan manusia dari tingkat paling rendah hingga tingkat paling kompleks. Kajian tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap penelitian etnografi dan arkeologi dalam menjawab khazanah keunikan lukisan wayang di Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali.

Tulisan ini mencoba memberikan gambaran budaya kesenian di Desa Kamasan dalam rangka memberikan informasi deskripsi bagi penelitian arkeologi lewat kajian etnoarkeologi tentang lukisan wayang. Untuk itu, fokus permasalahan yang diangkat adalah tentang lukisan wayang di Desa Kamasan beserta perananya untuk masyarakat desa Kamasan itu sendiri.


Potret Lokasi Penelitian

Dikutip dari laman web Desa Kamasan, Kamasan merupakan desa kecil di Kabupaten Klungkung, Bali yang berjarak 42 kilometer ke timur kota Denpasar. Desa ini dikategorikan sebagai desa kecil karena wilayah dukungannya yang hanya seluas 249 hektar dengan jumlah penduduknya hanya sekitar 3.400 jiwa yang tersebar dalam 10 banjar adat atau 4 dusun desa dinas. Desa Kamasan terhampar memanjang dari utara ke selatan dengan batasan-batasan sebagai berikut: di sebelah utara Desa Giliran; di sebelah selatan Desa Gelgel; disebelah Timur Desa Tangkas; disebelah barat Desa Jelantik.

Secara Administratif Desa Kamasan masuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung. Secara geografis desa ini termasuk dataran rendah Pantai Klotok. Perjalanan darat dapat dilakukan dengan menggunakan roda dua ataupun roda empat karena akses jalan sudah bagus dan beraspal. Dari kota denpasar perjalanan memakan waktu 45 menit sampai 1 jam tergantung arus lalu lintas yang terjadi di jalan.

Lokasi penelitian terletak di banjar Siku, Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali. Bali memiliki iklim tropis. Curah hujan adalah signifikan pada hampir sebagian besar bulan dalam setahun, dan musim kemarau singkat memiliki pengaruh yang kecil. Lokasi ini diklasifikasikan sebagai Am berdasarkan Köppen dan Geiger. Suhu rata-rata di Bali adalah 26.8 °C.

Di Desa Seni Kamasan ini umumnya masyarakat menjadikan bakat lukis mereka sebagai mata pencaharian utama. Namun tidak kesemua dari masyarakat menekuni dunia painting, ada juga beberapa masyarakat yang menekuni bidang lain seperti produksi uang kepeng dan hiasan serta ada juga yang menekuni seni ukir selongsong peluru.

Penelitian dilakukan di beberapa tempat yaitu rumah pelukis I Ketut Sukanta, Ni Nyoman Kicen, Galeri Lukisan Pande Sumantra dan rumah pelukis Gusti Ngurah Dibia.

Lukisan Wayang

Seni lukis wayang Kamasan merupakan karya seni tradisional yang tumbuh dan berkembang sangat subur di Desa Kamasan, Klungkung, Bali. Seni Lukisan Wayang Kamasan memiliki identitas sangat khas dan unik, sering digunakan sebagai pelengkap dalam ritual agama Hindu. seni lukisan wayang kamasan juga digunakan sebagai bentuk persembahan menyatakan sujud bakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Widhi Wasa untuk memohon keselamatan dan ketenteraman umat. Proses pengerjaannya sangat terikat oleh pakem, norma, serta ketentuan-ketentuan yang bersifat mengikat dan baku. Disamping itu, dikerjakan secara kolektif dan komunal dengan menggunakan bahan dan peralatannya diambil dari alam yang diproses dengan teknik-teknik tradisi. Secara umum kesenian di Bali sangat erat menyatu dengan kehidupan masyarakat yang aktivitasnya senantiasa dilekatkan dengan kegiatan agama Hindu, adat istiadat, dan kebudayaan. Secara spesifik seni lukisan wayang kamasan memiliki estetika sangat artistik. Di dalamnya terkandung nilai-nilai filsafat yang bersifat simbolik tentang keseimbangan alam yang berhubungan dengan kehidupan manusia terhadap Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam (tri hita karana). Sebagai karya simbolik, seni lukisan wayang kamasan digunakan sebagai pencerahan dan bayangan dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat .

Masuknya budaya Barat di Bali ditandai dengan peristiwa Puputan Badung tahun 1906 dan Puputan Klungkung tahun 1908. Sejak 1908 Kerajaan Klungkung dengan ibu kota Semarapura secara resmi berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Semenjak itu budaya modern diperkenalkan dengan sistem pemerintahan sipil sehingga muncul elite-elite baru dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pariwisata sebagai sektor baru. Untuk menunjukkan kepedulian Belanda terhadap masyarakat Bali yang sangat miskin secara ekonomi, tetapi sangat kaya dengan seni dan budaya maka seni lukisan wayang kamasan dikomersialkan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Desa Kamasan pada era postmodern disertai permintaan terhadap produk-produk souvenir yang semakin meningkat maka seni lukisan wayang kamasan dikomodifikasi menjadi souvenir sebagai produk penunjang pariwisata.

Pada era modern ini seni lukisan wayang kamasan dikomersialkan sebagai profesi dan dijadikan sandaran untuk menghidupi keluarga. Sebagai profesi pelukis didorong bekerja keras untuk menghasilkan karya-karya maksimal sehingga layak dikomersialkan. Pelukis juga didorong dapat menunjukkan identitas diri sebagai bentuk ciri khas yang terdapat pada seni lukisan wayang kamasan. Seperti yang dikemukakan narasumber yang notabene seorang pelukis bahwa seni lukisan wayang kamasan ini dijadikan sumber utama pemasukan keuangan.

I Ketut Sukanta seorang pelukis senior di Desa Kamasan mengatakan bahwa melukis sudah dijadikan profesi untuk mendapatkan uang berupa penghasilan sehingga dapat menafkahi keluarga. Meskipun demikian, ketika pelukis diberikan kesempatan ngayah untuk kebutuhan ritual, pelukis merasa mendapatkan kehormatan yang tidak ternilai harganya. Pelukis akan menunda semua pekerjaan yang bersifat pribadi dan mendahulukan ngayah. Pelukis dengan senang hati mendapatkan kesempatan ngayah meskipun tanpa imbalan berupa uang (Wawancara dengan I Ketut Sukanta, 2016 di Kamasan). Pak Sukanta juga mengatakan bahwa ia tidak anti terhadap komersialisasi karena sadar terhadap kebutuhan hidup yang begitu tinggi sehingga memerlukan biaya hidup untuk makan, menyekolahkan anak, membuat rumah, dll. Bahkan pelukis juga sempat menerima mahasiswa yang ingin mempelajari seni lukisan wayang kamasan meskipun hasilnya untuk diperjual-belikan.

Bentuk dan Ciri Lukisan Wayang

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa Seni Lukisan Wayang Kamasan bukanlah sekadar karya untuk penggalian keindahan saja, yang utama adalah sebuah karya berfungsi sebagai benda ritual sebagai media untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menunjukkan kehidupan yang baik dan buruk. Melalui pengabdian tersebut maka diwujudkan lukisan kisah-kisah wayang sebagai bentuk keterkaitan dengan ajaran-ajaran agama Hindu Bali.

Pembagian bidang dalam seni lukis wayang Kamasan juga mengacu pada ajaran Hindu tentang Tri Loka, yaitu bawah, tengah, dan atas. Semakin tinggi dunia atau ruangnya maka dianggap semakin suci.

Pengerjaan lukisan ini dilakukan dengan manual dengan alat-alat tradisional seperti pensil, cat minyak, dan kain kanvas.

Menurut Pak Ketut Sukanta Meskipun dari segi material yang digunakan kain warna logam dirubah menjadi kain kanvas biasa tetapi dari ciri khasnya tetap tampak dalam tema lukisan atau ukiran yaitu menggambarkan tokoh-tokoh wayang, seperti Ramayana, Mahabharata, Sutasoma, Panji, Lelintangan dan lain-lain. Namun meski begitu, lukisan wayang yang dibuat oleh Pak Ketut Sukanta ini terkadang sedikit keluar dari cirri aslinya, Pak Ketut Sukanta mengatakan bahwa seni itu relative, jadi terkadang ia membuat lukisan ini berdasarkan judul yang dipesan, juga terkadang lukisan yang dibuat oleh Pak Sukanta mengikuti suasana hati, Beliau menerangkan biasanya hanya melukis dengan warna biru saja, atau merah saja. Namun tetap pada jalan cerita pewayangan yang notabene cirri asli lukisan kamasan.

Beliau selanjutnya mengatakan bahwa isi dari lukisan ini adalah cerita-cerita pewayangan yang dirangkum dan di ambil intinya saja, karena sangat tidak mungkin untuk memuat satu cerita penuh kedalam sebuah kanvas. Namun Pak Sukanta juga mengutarakan bahwa boleh saja memuat semua cerita dalam satu kanvas selagi itu cukup dan mampu. Beliau  juga melanjutkan bahwa isi dari lukisan wayang ini tergantung pada dimana lukisan ini diletakkan yang mengacu pada konsep hindu yaitu Tri Loka.

Tidak ada tokoh khusus yang dijadikan sebagai ciri khas lukisan wayang, semua wayang bisa dijadikan ide untuk lukisan wayang ini, tergantung judul apa yang akan diambil, sehingga lukisan wayang ini luas ceritanya dan tidak terpatok pada wayang itu-itu aja.  

Peranan Lukisan Wayang

Lukisan wayang tidak hanya memiliki keindahan dan keunikan saja untuk memanjakan mata, tetapi dibalik itu semua lukisan wayang juga mempunyai fungsi lain. Jika dilihat dari segi peranan lukisan wayang sebenarnya terdapat 2 peranan yang dimiliki oleh lukisan wayang ini yaitu untuk sarana ibadah dan sarana ekonomi.

Dalam perananya untuk sarana beribadah biasanya lukisan ini diletakkan di pura-pura dan tempat suci yang dipersepsikan sebagai seni persembahan yang bersifat simbolik. Karena seperti yang kita tahu bahwa makna dalam lukisan ini biasanya berisi tentang ajaran agama hindu dan tokoh pewayangan. Selain itu lukisan wayang juga digunakan sebagai pelengkap dalam ritual agama Hindu. Lukisan wayang juga digunakan sebagai bentuk persembahan menyatakan sujud bakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Widhi Wasa untuk memohon keselamatan dan ketenteraman umat.

Lebih jauh lagi, lukisan wayang juga digunakan untuk menunjang kebutuhan ekonomi di desa Kamasan ini, dan tak jarang juga lukisan wayang ini dijadikan mata pencaharian satu-satunya oleh warga. Di desa Kamasan sendiri sudah terdapat banyak artshop yang memajang lukisan wayang untuk diperjualbelikan. Contohnya adalah di galeri milik pak Ketut Sukanta. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan beliau mengungkapkan bahwa melukis merupakan satu-satunya mata pencaharian yang dimiliki oleh pak Ketut Sukanta. Beliau melanjutkan bahwa minat para pecinta seni terhadap lukisan wayang ini sangat tinggi sehingga mendorong beliau untuk menekuni pekerjaan menjadi seorang pelukis. Pak Ketut Sukanta sendiri mendapat keahlian melukis dari nenek moyang terdahulunya dan dikembangkan melalui belajar (otodidak).

Sangat jelas sekali bahwa lukisan wayang ini begitu berarti bagi masyarakat desa Kamasan, sehingga banyak sekali artshop dan galeri yang memamerkan dan memperjualbelikan lukisan wayang tersebut. Disamping diperjualbelikan, menurut narasumber lukisan wayang ini juga sering kali dipinjam untuk dipamerkan di suatu pertunjukkan pameran budaya yang diselanggarakan di berbagai kota di Indonesia Dan hal ini sangat membantu karena dapat memperkenalkan lukisan wayang desa Kamasan ke masyarakat luas.


Simpulan
Lukisan wayang desa Kamasan merupakan lukisan khas yang dibuat oleh penduduk lokal desa Kamasan. Lukisan Wayang dibuat di sebuah kain kanvas dan di gambar secara manual menggunakan pensil, dan cat minyak. Gambar yang terdapat di lukisan kamasan biasanya adalah cerita pewayangan seperti Ramayana, selain itu cerita yang terdapat dalam lukisan wayang ini adalah tentang ajaran agama Hindu. Lukisan wayang desa Kamasan ini memiliki 2 peranan yaitu peranan untuk kepentingan agama dan peranan untuk kepentingan ekonomi.

Lampiran Foto





Sumber :
Wawancara di Desa Kamasan, Klungkung, Bali (16 desember 2016), dengan beberapa sumber informan, yaitu :
1. I Ketut Sukanta (Painter)
2. Ni Nyoman Kicen (Painter)
3. Galeri Lukisan Pande Sumantra
4. Gusti Ngurah Dibia (Painter)

4 komentar:

  1. jika disebutkan peranan seni lukisan wayang bagi masyarakat Kamasan adalah pada bidang keagamaan dan ekonomi, apakah sebagian besar masyarakat Kamasan menggeluti bidang sebagai pelukis? kemudian apabila digunakan sebagai sarana keagamaan, apakah memiliki perbedaan dengan lukisan wayang yang umumnya diperjual-belikan? mohon penjelasannya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih saudari chandri atas komentarnya :).

      seperti yang saya telah lihat dan melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber yang merupakan painter (pelukis) memang sebagian besar masyarakat kamasan adalah seniman lukis. namun tidak semuanya. seperti yang saya temui di desa kamasan sendiri banyak juga pengrajin seni di bidang lainya seperti pengrajin uang kepeng dan pengrajin ukir selongsong peluru. jadi meskipun desa kamasan terkenal dengan lukisannya namun tidak semua masyarakatnya menggeluti dunia perlukisan.

      kemudian, seperti apa yg saya jelaskan diatas. lukisan kamasan tidak memiliki pembedaan khusus baik itu digunakan sebagai sarana ibadah maupun diperjual-belikan. semua sama, namun mungkin untuk lukisan yang diperjual-belikan bisa di custom atau dibuat sesuai pesanan.

      demikian yang bisa saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan bisa menjawab semua keraguan dan kebingungan yang melanda saudari.

      terimakasih. ^^

      Hapus
  2. Hai abdimas, saya cukup puas membaca tulisan anda. Namun alangkah baiknya mungkin anda bisa memberikan sedikit penjelasan mengenai salah satu contoh isi lukisan yang mengacu pada ajaran agama Hindu Tri Loka. Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih saudara huda atas komentarnya. :)

      seperti yang telah saya jelaskan di atas bahwasanya Pembagian bidang dalam seni lukis wayang Kamasan juga mengacu pada ajaran Hindu tentang Tri Loka, yaitu bawah, tengah, dan atas. Semakin tinggi dunia atau ruangnya maka dianggap semakin suci. dalam hal ini contohnya adalah lukisan atau ukiran yang menggambarkan tokoh-tokoh wayang, seperti Ramayana, Mahabharata, Sutasoma, Panji, Lelintangan dan lain-lain.

      demikian yang bisa saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan bisa menjawab semua keraguan dan kebingungan yang melanda saudari.

      terimakasih. ^^

      Hapus