Sabtu, 07 Januari 2017

Kajian Etnoarkeologi Makna Corak Kain Tapih Pegat Desa Julah

“KAJIAN ETNOARKEOLOGI MAKNA CORAK KAIN TAPIH PEGAT DESA JULAH”
Oleh :
Ayu Kinanti Wira Putri (1401405022)
 






 Selain memiliki budaya yang beragam, Indonesia juga kaya akan nilai-nilai tradisi yang tertuang dalam berbagai hasil kerajinan dan tersebar diseluruh Nusantara. Salah satu diantaranya yaitu berupa kain tenun tradisional yang dapat ditemukan diseluruh pelosok Indonesia. Secara garis besar kain tenun yang diciptakan dalam berbagai macam warna, corak dan ragam hias memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan sistem pengetahuan, budaya, kepercayaan, lingkungan, alam, dan sistem organisasi sosial masyarakat. Tidak mengherankan jika kain tenun yang terdapat pada masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dan menjadi bagian penting yang merepresentasikan budaya dan nilai sosial yang berkembang di lingkungan tersebut. Keberadaan kain tenun tradisional Indonesia diperkirakan telah berkembang sejak masa Neolitikum (Prasejarah). Di Bali sendiri umumnya kain digunakan pada upacara keagamaan. Seperti halnya di Desa Julah.
Desa Julah merupakan desa yang terletak di Kabupaten Buleleng, Kecamatan Tejakula, Provinsi Bali ini memiliki luas tanah 133 Ha  dan 337 Ha merupakan perbukitan / pegunungan, serta terletak pada ketinggian 350 m dari permukan air laut. Tak hanya itu, Desa Julah memiliki kebudayaan yang sangat unik. Letak keunikannya terdapat pada kegiatan keagaaman atau Upacara yang dilakukan. Selain kebudayaan yang dimiliki, Desa Julah juga sangat terkenal dengan kerajinan tangannya yang khas. Salah satunya yaitu kain tenun. Dalam kegiatan Upacara keagamaan masyarakat Desa Julah selalu melibatkan kain tenun. Setiap kegiatan upacara berbeda-beda jenis kain yang digunakan. Contohnya dalam kegiatan Upacara Pernikahan masyarakat setempat menggunakan Kain Tapih Pegat sebagai sarana upacaranya. Tapih Pegat berasal dari Bahasa Bali yang artinya kain lebar dan putus. Pengertian yang dimaksud adalah Seuntai kain lebar yang makna kainnya adalah untuk memutuskan tali kehidupan sang mempelai wanita di masa gadisnya. Masyarakat Julah percaya bahwa pada saat ingin memulai suatu upacara perkawinan mempelai wanita harus bisa melepas masa gadisnya dengan cara menggunakan kain Tapih Pegat ini. Kain inilah yang sebagai salah satu property wajib dalam Upacara Pernikahan masyarakat Desa Julah.
Kain ini hanya memiliki 1 motif saja. Motif yang digunakan hanyalah motif 2 warna hitam dan putih. Makna dari warna hitam dan putih adalah Rwa Bhineda. Kata Rwa Bhinneda sangat akrab dengan kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Rwa Bhinneda adalah sebuah konsep perbedaan yang diciptakan Hyang Widhi Wasa untuk menciptakan keharmonisan dan keseimbangan alam semesta. Yang dimana dalam kepercayaan masyarakat Desa Julah menikah adalah hal yang sakral. Motif hitam putih ini juga melambangkan symbol purusa dan pradana yang berarti Laki-laki dan Perempuan. Banyak sekali sebenarnya makna yang ada terkait dengan motif kain Tapih Pegat ini yang dimana dominannya lebih kepada arti kehidupan di alam semesta ini. Seperti baik-buruknya kehidupan, baik-buruknya rumah tangga dalam hal perkawinan, symbol dari langit dan bumi. Kain inihanyadi produksi hanya untuk Upacara Perkawinan saja, beda upacara berbeda juga kainnya.
Tapih Pegat tidak beda dengan kain tenun lainnya hanya saja kain ini berbeda filosofinya dan makna nya saja, dan proses penenunannya juga tidak jauh beda dengan menenun kain pada umumnya. Proses penenunan dilakukan setelah benang-benang selesai diwarnai dan siap ditenun. Benang-benang tersebut ditenun dengan alat yang disebut cagcag,yaitu alat tenun tradisional yang menggunakan por-semacam busur yang disangkutkan pada pinggang penenun sebagai penahan rentangan benang lungsi. Alat ini akan menghasilkan kain berbentuk tabung. Setelah dipotong mengikuti alur pakan, kain tersebut akan menjadi persegi panjang berukuran lebar 30-100 cm, panjang 125-200 cm. Bagian pinggirnya dapat dibiarkan tenirai, namun kadangkala ada pula yang dipotong rapi. Hingga kini, Tapih Pegat masih sama fungsi dan maknanya.












Narasumber :
Kelian Adat Desa Julah

Dadong Denden (80th, Penenun Kain Tapih Pegat)

7 komentar:

  1. Kainnya bagus sekali :D, makasi kinanti atas informasinya tentang kain dari julah ini, tapi ada yang mau tak tanyaiin, apakah ada maknanya corak kainnya bergaris-garis? makasi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih agan Wira, yang sudah mau berkomentar terkait dengan tulisan saya ini hehe.
      Makna corak dari kain tapih pegat ini kebetulan berpola garis-garis adalah masyarakat Desa Julah percaya bahwa ada kehidupan setelah menikah. Jadi, ini disimbolkan sebagai kehidupan yang berjalan mulus, tidak ada hambatan dan semoga menjadi pengantin/keluarga yang baru yang harmonis kehidupannya.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Tulisannya menarik sekali kin.. Mau nanya nih yang memakai kain tapih pegat ini apakah hanya mempelai wanita saja??
    Thanks😊

    BalasHapus
  4. tulisannya sudah cukup bagus.. dan informasinya menarik.. terimakasih kinantii

    BalasHapus
  5. Waah terima kasih atas informasinya, sangat bermanfaat. Dan ada hal menarik yang ingin saya tanyakan, terkait dengan penggunaan kain Tapih Pegat. Sebelumnya saya mau bertanya, apakah masyarakat Desa Julah boleh menikah dengan orang di luar desa? Seandainya boleh, apakah mempelai wanita akan tetap menggunakan kain tersebut di dalam upacara pernikahan, walaupun budaya tersebut telah bercampur dengan kebudayaan luar? Terima kasih.

    BalasHapus
  6. postingannya menarik dan bermanfaat. saya ingin bertanya, jika pada upacara selain upacara perkawinan, kain yang digunakan berbahan sama tetapi dengan corak berbeda atau bagaimana?

    BalasHapus