Jumat, 06 Januari 2017

Makna Lukisan Kamasan di Kertha Gosa

Makna Lukisan Kamasan di Kertha Gosa


Sang Ayu Putu Damia Tesarina
1401405033

Pengantar
Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang terkenal dengan objek wisatanya. Setiap kabupaten memiliki objek wisata yang indah dan mempunyai sejarah juga tentunya. Bali juga sebagai daerah  yang terkenal dengan budayanya yang unik, tradisi dan kehidupan masyarakat sarat akan makna filosophis yang sesuai dengan ajaran Agama Hindu yang dianut masyarakatnya secara dominan. Selain itu, Bali juga memiliki kesenian yang khas yaitu seni lukis.  Setiap daerah pun memiliki ciri khas tersendiri seperti lukisan wayang di Ubud, di Kerambitan, dan di Kamasan.

Lukisan wayang di Desa Kamasan merupakan lukisan khas yang dibuat oleh penduduk lokal desa Kamasan. Uniknya lukisan ini terdapat di Kertha Gosa dan terletak pada Bale Kambang. Kertha Gosa merupakan objek wisata yang ada di Klungkung dan juga salah satu contoh dari peninggalan sejarah Bali yang terletak di pulau Bali, atau tepatnya di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung.

Dalam perkembanganya, lukisan di Bale Kambang Kertha Gosa ini terus diteliti dan di telaah arti dan makna dari masing-masing lukisan, dalam hal ini peneliti melakukan wawancara terhadap warga yang bernama bapak I Nyoman Arnawa dan Gede Jaya selaku penjaga sekaligus penerus keturunan pelukis lukisan di kertha gosa ini.

Tulisan ini mencoba memberikan gambaran mengenai makna filosofi yang terkandung pada lukisan Kamasan di Kertha Gosa. Ada pun juga bertujuan dalam rangka memberikan informasi bagi penelitian arkeologi lewat kajian etnoarkeologi tentang makna lukisan tersebut. Untuk itu, fokus permasalahan yang diangkat adalah tentang makna lukisan wayang Kamasan di Kertha Gosa  beserta sejarahnya menurut masyarakat desa Kamasan itu sendiri.
Pembahasan
Seni Lukis di Bali

Lukisan merupakan salah satu hasil dari sebuah seni yang memiliki keindahan serta memiliki makna tersendiri dari si pembuat. Karena Setiap manusia memiliki sudut pandang yang berbeda di dalam menjalani hidup ini. Begitu pula saat kita membuat suatu lukisan, masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan sudut pandang dapat dipengaruhi oleh suasana, waktu, dan kondisi geografis. Jenis-jenis lukisan pun banyak bisa kita temui di berbagai daerah. Perbedaan-perbedaan dari segi bahan-bahan, alat-alat dan teknik pembuatan suatu lukisan menghasilkan karakteristik yang berbeda. Ragam seni lukis pun sangat di pengaruhi oleh budaya masing-masing daerah. Sehingga setiap daerah mempunyai keunikan tersendiri dan dapat dijadikan sebuah ciri khas suatu daerah.

Bali memang selalu memberikan pesonanya serta memiliki kesenian dan kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap daerah di Bali memilki masing-masing kesenian berupa seni patung, seni tari dan juga seni lukis. Sudah menjadi bacaan umum, perbedaan yang mencolok dari seni lukis Bali adalah ciri khas yang lahir dari keadaan lokal, keadaan lokal ini diartikan sebagai situasi yang tumbuh seiring nilai lain dari hasil budaya yang berkembang dari suatu daerah diwilayah nusantara, sebelum bernama Indonesia dan merdeka sebagai negara yang berdaulat. Kantung-kantung kebudayaan ini kemudian mentrasformasi nilainya menjadi ciri kekhasan dari setiap daerah, dengan tata pemerintaah kerajaan yang bebeda pula. Keyakinan serta kepercayaan terhadap suatu agama, keyakinan aliran kepercayaan dan lain-lain sangat besar berpengaruh dalam membentuk karakter suatu daerah di nusantara. Walapun disadari garis utuh ciri-ciri kebudayaan disetiap daerah masih memiliki sifat kesamaan.
Pada awalnya di Bali tidak dikenal lukisan komersial. Yang ada hanyalah lukisan sebagai kesenian sakral, karena semata-mata dipergunakan sebagai hiasan di tempat-tempat pertunjukan, di istana-sitana bangsawan dan di pura-pura, baik itu sebagai umbul-umbul, kober ataupun sebagai langse dan ider-ider. Para seniman tidak menjual lukisan hasil karyanya kepada masyarakat umum, namun hidupnya dijamin oleh keluarga raja dan para bangsawan yang memberinya pekerjaan tetap untuk menghias berbagai istana dan tempat ibadah yang mereka bangun.
Bahkan ada satu desa, yaitu Desa Kamasan di sebelah selatan Kota Semarapura atau Klungkung yang hampir seluruh penduduknya berprofesi sebagai pelukis sejak jaman kerajaan dulu hingga sekarang karena mereka dulu memang pelukis-pelukis yang bekerja pada raja Klungkung sehingga ditempatkan secara bersama-sama di desa Kamasan dan selalu dipekerjakan raja untuk menghias istana (puri) dan tempat ibadah (pura) yang dibangun keluarga raja ataupun para bangsawan lainnya.
Lukisan gaya Kamasan disebut juga Lukisan Gaya Klasik Kamasan karena lukisan gaya ini berasal dari jaman keemasan kerajaan Bali kuno yang belum mendapat pengaruh Eropa ataupun pengaruh luar lainnya. Temanya biasanya berasal dari dongeng tentang kehidupan para dewa, kehidupan kalangan bangsawan dan dongeng-dongeng binatang atau Tantri. Jarang terdapat lukisan klasik tentang kehidupan masyarakat umum. Warna-warnanya biasanya diambil dari warna alam, misalnya untuk warna putih dipergunakan tulang yang dihancurkan, untuk warna hitam dipergunakan arang, untuk warna biru dipergunakan rumput taum, untuk warna merah digunakan babakan kayu Sunti, sedangkan untuk warna kuning diambil dari minyak Kemiri, yang kemudian dicampur dengan perekat sehingga menempel pada kanvas. Lukisan Gaya Klasik Kamasan hanya memakai dua dimensi saja, panjang dan lebar, tidak ada perspektif sehingga jauh dekat tidak terlihat, sedangkan obyek yang dilukis terlihat seperti wayang, datar tanpa sudut pandang (perspektif) ataupun kedalaman. 
Sejarah Lukisan Kamasan di Kertha Gosa
Zaman keemasan kerajaan Bali dianggap era pencerahan kesenian. Masa bertahtanya Dalem Waturenggong pada abad ke-16 melahirkan beragam kesenian seperti Gambuh, Wayang Kulit, Wayang Wong, Topeng dan sebagainya yang kemudian diacu sebagai kiblat pengembangan bentuk-bentuk seni pertunjukan masa-masa setelahnya, hingga kini. Menjelang masa kemerdekaan, para bangsawan Bali sebagai elit penguasa yang kuasa atas pengaturan sosial ekonomi rakyat, dihormati sebagai penyayang dan pengayom seni. Aura puri atau keraton berbinar kemilau oleh warna-warni keindahan seni. Eksistensi seni berkontribusi mendongkrak gengsi kerajaan.
Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap bapak I Nyoman Arnawa dan Gede Jaya di Kertha Gosa pada sabtu lalu hal ini membuat kerajaan berlomba-lomba untuk saling mempertunjukan hasil kesenian dari masing-masing puri. Puri Klungkung pun mengadakan lomba lukisan. Nenek moyang dari desa Kamasan mempunyai anak, ada yang suka berjudi dan ada yang suka membantu orang tua. Salah satu anaknya ada yang memiliki kemampuan melukis dan mengikuti lomba yang di adakan puri Klungkung. Anak ini pun tidak tahu bahwa dirinya bertaksu. Taksu dapat dibatasi sebagai kekuatan dalam {inner power), kekuatan spiritual (spiritual poiver), atau kekuatan gaib (gagical poiver). Di bidang seni kata metaksu mengandung arti seniman, karya seni, atau obyek seni lainnya yang sudah matang.
Lukisan dari anak ini pun dijadikan pemenang oleh raja. Raja tertarik dengan lukisan tersebut karena berbeda dari lukisan lainnya dan raja merasakan bahwa lukisan itu seolah-olah hidup. Hidup yang dimaksud bukan bergerak, namun lukisan tersebut seperti memiliki jiwa.  Maka dari itu diperintahlah orang dari desa Kamasan tersebut untuk melukis lukisan wayang di langit-langit Bale Kambang. Begitulah sepenggal cerita mengenai sejarah lukisan Kamasan yang ada di Kertha Gosa.
Sekarang lukisan wayang Kamasan itu sudah mengalami beberapa kali mengalami restorasi. Pada tahun 1930 lukisan tersebut direstorasi oleh para seniman lukis dari Kamasan. Dalam restorasi tersebut, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan yang semula terbuat dari kain dan parba diganti dan dibuat di atas eternit, lalu dibuat lagi sesuai dengan gambar aslinya. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Makna dari Lukisan Kamasan di Kertha Gosa
Bale Kambang Kertha Gosa terletak di tengah dan dikelilingi oleh kolam.
Selain arsitektur bangunan yang indah, keunikan Kerta Gosa terletak di langit-langit bale yang ditutupi dengan lukisan tradisional bergaya Kamasan. Menurut bapak Arnawa sebagai penerus pelukis dari Kamasan ini lukisan-lukisan di langit-langit Kerta Gosa menawarkan pelajaran rohani yang berharga. Jika seseorang melihat hal ini secara rinci, pada setiap bagian langit-langit menceritakan cerita yang berbeda, terdapat satu bagian yang bercerita tentang karma dan reinkarnasi, dan bagian lain menggambarkan setiap fase kehidupan manusia dari lahir sampai mati.
Pada panel tingkat pertama, kedua, ketiga dan keempat dari atas pada langit-langit bangunan, dapat kita lihat Cerita tentang Sutasoma. Cara membacanya dimulai dari panil paling atas sebelah selatan, dari kiri ke kanan. Fragmen ini menceriterakan perjalanan Sang Sutasoma mencari kebenaran. Adapun juga berisikan tentang perjalanan Sutasoma dari kerajaan Astina menuju pegunungan Mahameru. Cerita mengenai peperangannya melawan kejahatan pun ada dalam perjalanan tersebut banyak rintangan yang harus dihadapi. Namun dengan kekuatan batin yang dimiliki, Sutasoma berhasil mengatasi segala rintangan.

Panel mengenai Lalintangan, terdapat pada deret paling bawah langit-langit bangunan  Taman Gili. Lalintangan adalah pengertian akan adanya pengaruh bintang-bintang di langit terhadap kelahiran manusia. Di sini diceriterakan adanya 35 macam watak manusia yang berbeda-beda menurut hari lahirnya. Seperti misalkan seseorang lahir pada lintang tertentu  dan dari sanalah kita bisa melihat kepribadian dari seseorang tersebut. Selain itu juga terdapat symbol-simbol menanam padi, berarti seseorang tersebut kemungkian suka bercocok tanam.

            Lukisan-lukisan mengenai karma phala pun dapat kita jumpai di sini. Dalam Hindu dikenal Hukum Karma Phala. Karma berasal dari bahasa Sansekerta yang secara harfiah diartikan membuat atau berbuat, sedangkan Phala berarti buah atau hasil. Sehingga dapat disimpulkan Karma Phala adalah suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan. Hukum Karma Phala merupakan salah satu dari Panca Srada, lima kepercayaan dalam Hindu. Karma Phala merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya bahwa umat Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Hukum Karma Phala adalah hukum sebab-akibat, hukum aksi reaksi, hukum usaha dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan manusia. Jika hukum itu ditujukan kepada manusia maka disebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup, gerak serta perputaran alam semesta.

            Selain itu, menurut jaya lukisan-lukisan yang ada di langit-langit Bale Kambang ini menceritakan kehidupan Pan Brayut. Kehidupan Pan Brayut ini menceritakan ia yang dikaruniai 18 orang anak, sehingga mebuat ia sibuk dan tak sempat mengurus hal-hal lainnya. Terdapat juga lukisan mengenai kehidupan masyarakat di Bali. bagaimana aktivitas-aktivitas masyarakat di Bali sehari-hari. Seperti kegiatan upacara agama di Bali, bagaimana keluarga di Bali.

Cerita Pelelindong atau gempa. Didalam lukisan di langit-langit bale Kertha Gosa menceritakan pada jaman dulu apabila terjadi gempa merupakan suatu pertanda entah itu baik ataupun buruk tergantung di bulan apa gempa itu terjadi. Misalnya, apabila gempa terjadi pada bulan Kasa , tampak Betara Sri sedang bergoyang, ini pertanda rakyat dan negara akan aman dan sentosa. Begitupun gempa yang terjadi di bulan-bulan lainnya. Karena apabila terjadi gempa di bulan tertentu akan memiliki ramalan atau pertanda yang berbeda pula.

Cerita Ni Dyah Tantri. Cerita ini menceritakan keinginan Ni Dyah Tantri ingin menghapus tentang keinginan raja yang menikah pada gadis setiap hari. Ia tidak setuju akan hal itu. Maka dari itu Ni Dyah Tantri mengorbakan dirinya untuk menikah dengan raja tersebut. Setelah mereka menikah, Ni Dyah Tantri yang mempunyai kemampuan bercerita pun setiap malam memberikan cerita kepada raja. Sehingga, keinginan raja untuk menikah setiap hari pun bisa dihilangkan.

Cerita Bhima Swarga menceriterakan perjalanan Bhima (putera kedua Pandawa) ke Yamaloka yang disertai oleh ibunya Dewi Kunti, saudara-saudaranya, untuk mencari ayahnya, Pandhu dan ibu tirinya, Dewi Madrim. Di Yamaloka, dijumpai berbagai peristiwa yang dialami oleh roh (atma) sesuai dengan perbuatannya di dunia. Misalnya orang yang suka berdusta lidahnya ditarik, orang yang suka berzinah dibakar dan sebagainya. Apa pun rintangan yang dihadapinya, tetapi karena semangat dan ketetapan hati yang dimiliki, akhirnya Bhima berhasil memperoleh air suci (amerta) yang dapat dipergunakan untuk menebus ayah dan ibu tirinya di Yamaloka.

Begitulah makna-makna yang terkandung dalam lukisan Kamasan Bale Kambang Kertha Gosa. Setiap cerita memiliki nilai-nilai positif yang dapat kita ambil. Bagaimana dapat kita lihat semangat-semangat dalam perjalanan setiap tokoh demi kebenaran, keluarga dan tetap dijalan yang benar. Selain semangat kita juga bisa melihat dari kepintaran dari tokoh-tokoh cerita di lukisan.

Kesimpulan
            Setiap karya seni memiliki keindahan dan makna tersendiri dalam hasil karya tersebut. Begitu juga dengan Lukisan-lukisan Kamasan yang ada di Bale Kambang Kertha Gosa. Cerita-cerita yang dimuat pada lukisan tersebut sangat menarik dan memberikan gambaran tentang bagaimana itu hukum karma phala, semangat-semangat dalam perjalanan dan peperangan dari setiap tokoh dan bagaimana kita harus tetap berada dijalan yang benar dalam rintangan apapun.


Sumber :
Data ini di dapat dari hasil wawancara dengan masyarakat Kamasan di Kertha Gosa,  Klungkung, Bali (16 desember 2016) :
I Nyoman Arnawa
Gede Jaya


lampiran foto



7 komentar:

  1. terimakasih atas informasi yang disampaikan oleh penulis, sangat unik bagi saya mengenai lukisan di desa kamasan tersebut. saya mau bertanya mengapa jarang terdapat lukisan klasik yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat umumnya?. kemudian jika terdapat lukisan didesa lainnya, apa yang menjadi ciri khas atau yang membedakan lukisan didesa tersebut dengan lukisan yang lainnya?

    BalasHapus
  2. terimaksih atas informasinya, ada hal menarik bagi saya, apa ciri khas dari lukisan tersebut dengan lukisan lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih uss. ciri khas lebih penggambaran berupa wayang dan warna yg digunakan juga ya uss ^^

      Hapus
  3. Terima kasih infonya dam, mungkin untuk gambar yang lebih detailnya bisa di lampikan sekalian 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iyaa maaf ya kurang. terimakasih lanaaa

      Hapus
  4. mbok masukan gambarnya satu-satu dong kalau bisa , kemudian diberi penjelasan dari maing-masing gambarnya. Krn saat sy datang langsung kesana susah dpt informasi alias tidak ada guide yg bersedia memberi penjelasan, sekedar tulisan pun tidak ada disana jdnya minim infrmasi.

    BalasHapus
  5. Hallo kak mau tanya, narasumber yg di wawancara tsb, keturunan asli pelukis awal lukisan di langit2 bale kerta gosa yaa? Atau masyarakat umum dri desa kamasan saja?? Mohon jawabannya, terimakasih

    BalasHapus