“ MAKNA SENI KERIS DI
KERATON SURAKARTA HADININGRAT “
OLEH : NANA SEPTYANA (1401405028)
1.1 Pendahuluan
a.
Pengertian Keris Dalam Keraton
Surakarta
Keris adalah satu dari sekian banyaknya simbol-simbol budaya
yang ada di tanah Jawa, sebuah senjata tradisional yang selalu dilibatkan pada
setiap upacara tradisi keraton maupun upacara-upacara adat kejawen. Tradisi dan budaya yang berkembang dari zaman dahulu
hingga sekarang tentang keris menjadikan keris selalu dihubung-hubungkan dengan
kesaktian dan keampuhannya, maka tidak heran kalau sampai saat ini keris masih
dilihat sebagai pusaka dan jimat oleh sebagian kalangan
masyarakat.
Keris bukan hanya sekedar senjata tajam yang diciptakan
untuk berperang dan juga bukan hanya sekedar pelengkap busana adat saja, tetapi
keris merupakan simbol pribadi, piyandel atau sifat kandel, yang tidak bisa
diganggu gugat keberadaannya, Kata K.P. Winarno Kusumo wakil pengageng Sasono
Wilopo Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
b. Jenis
Keris Menurut K.R.A Sukatno Purwo Projo :
Selain itu menurut Sukatno, di tanah Jawa terutama Kasunanan
Surakarta terdapat dua jenis keris yaitu keris luk (lekuk) dan keris leres
(lurus) yang lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah lajer, dimana, dari masing-masing jenis
mempunyai tingkatan atau gelar yaitu, Kanjeng
Kyai Ageng, Kanjeng Kyai dan Kyai. Di Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, kata Sukatno, Gelar Kanjeng
Kyai Ageng diberikan pada keris pusaka peninggalan masa Kerajaan Jenggala
hingga Mataram, untuk gelar Kanjeng Kyai
diberikan pada keris pusaka Keraton, sedangkan gelar Kyai diberikan kepada keris yang berada diluaran Keraton atau yang
dimiliki oleh masyarakat umum.
c. Penempatan
Keris di Surakarta
Penempatan keris memang berbeda-beda dimasing-masing daerah.
Salah satunya di Jawa ini, penempatan keris ditempatkan di pinggang bagian
belakang dengan alasan karena pada saat itu ketika adanya perdamaian antara
satu dengan lainnya. Sedangkan keris yang ditempatkan di depan itu digunakan
saat persiapan berperang atau bertarung. Sehingga masyarakat saat upacara adat
jawa di Keraton ataupun dalam resepsi pernikahan dapat terlihat lebih disegani
dan tidak hanya itu tetapi juga menimbulkan kedamaian. Dari situlah keris dapat
berkembang hingga sekarang.
Gambar 1.1 Penempatan keris di Jawa
1.2 Pembahasan
A.
Makna Seni Keris di Keraton Surakarta
Menurut (K.R.A.P) Kanjeng Raden Aryo
Pandji Tjokro Hadinagoro yang saya wawancarai, Keris
digunakan sebagai perlengkapan adat Jawa. Munculnya keris di Keraton Surakarta
ini pada masa Kerajaan Majapahit. Selain itu, makna keris juga digunakan
sebagai upacara adat sekitar seperti Grebeg Mulud, Malam Satu Suro, Kirab Kebo
Bule, dan upacara lainnya. Makna keris di keraton Surakarta ini mengandung arti
penting yang dimana terkait dengan kerajaan Udayana yang berada di Bali. Dari
jaman tersebut dapat dijelaskan bahwa masuknya keris pertama kali di Keraton
ini sama dengan masuknya agama Islam di Bali. Budaya keris ini yang muncul dari
kerajaan Majapahit yang dimana telah berpengaruh terhadap budaya Bali. Untuk
makna di dalam keris ini memang berbeda-beda. Selain digunakan oleh para
pendeta keraton keris ini memang diberikan kepada orang-orang yang telah
dipercaya dari keraton atau sering disebut dengan abdi dalem, Kata K.R.A.P
Tjokro Hadinagoro.
Menurutnya, keris yang memiliki kesaktian memang tidak bisa
dipungkiri keberadaannya karena pada dasarnya keris dulunya dibikin sebagai
sebuah senjata pamungkas, Namun seiring perkembangan zaman keris lebih dikenal
sebagai karya cipta yang mengandung nilai-nilai seni dan sejarah yang tinggi. Selain
mengandung nilai-nilai yang tinggi, keris juga memiliki fungsi manifest yaitu
sebagai senjata dan fungsi latennya yaitu sebagai pusaka diwariskan secara
turun-temurun, merupakan simbol, regalia raja, tanda pangkat,atau memenuhi
sopan santun dalam berbusana tradisi.
Kecenderungan masyarakat dalam melihat dan menilai sebuah
keris yang hanya dari sisi gaibnya saja menjadikan keris lebih dianggap sebagai
benda keramat dan menakutkan, pemahaman salah kaprah inilah yangs akhirnya
menghilangkan nilai artistik, estetik
dan etik sebuah karya cipta budaya
warisan para leluhur bangsa, pengertian-pengertian seperti inilah yang
semestinya harus mulai dirubah dalam menilai sebuah keris. Padahal,
"lanjut pengemar keris ini," Kalau dilihat dari sisi artistiknya,
keris itu mempunyai nilai jual tersendiri apalagi keris tersebut memiliki
sebuah silsilah dari sejarah peradaban sebuah kerajaan, ini akan jauh lebih
mahal nilai jualnya.
Catatan Penulis Oleh Narasumber
(K.R.A.P) Kanjeng Raden Aryo Pandji Hadinagoro :
Keris digunakan sebagai perlengkapan adat Jawa. Munculnya keris di
Keraton Surakarta ini pada masa Kerajaan Majapahit. Selain itu, makna keris
juga digunakan sebagai upacara adat sekitar seperti Grebeg Mulud, Malam Satu
Suro, Kirab Kebo Bule, dan upacara lainnya. Makna keris di keraton Surakarta
ini mengandung arti penting yang dimana terkait dengan kerajaan Udayana yang
berada di Bali. Dari jaman tersebut dapat dijelaskan bahwa masuknya keris
pertama kali di Keraton ini sama dengan masuknya agama Islam di Bali.
Gambar
1.2 Bersama Narasumber K.R.A.P Tjokro Hadinagoro (Abdi Dalem Keraton Surakarta)
1.3 Kesimpulan
Dalam
rangkuman ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa keris merupakan benda pusaka
peninggalan dari masa kerajaan Majapahit. Dimana keris mempunyai makna
tersendiri yakni keris yang memiliki kesaktian memang tidak bisa dipungkiri
keberadaannya karena pada dasarnya keris dulunya dibikin sebagai sebuah senjata
pamungkas, Namun seiring perkembangan zaman keris lebih dikenal sebagai karya
cipta yang mengandung nilai-nilai seni dan sejarah yang tinggi. Sehingga keris
dapat digunakan sebagai simbol budaya di tanah Jawa. Salah satunya sebuah
senjata tradisional yang selalu dilibatkan pada setiap upacara tradisi keraton
maupun upacara-upacara adat kejawen. Tradisi dan budaya yang berkembang dari
zaman dahulu hingga sekarang tentang keris menjadikan keris selalu
dihubung-hubungkan dengan kesaktian dan keampuhannya, maka tidak heran kalau
sampai saat ini keris masih dilihat sebagai pusaka dan jimat oleh sebagian
kalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Hasil
Wawancara Oleh (K.R.A.P) Kanjeng Raden
Aryo Pandji Tjokro Hadinagoro selaku Abdi Dalem Keraton Surakarta Keturunan
Sunan Paku Buwana II, Surakarta, Jawa Tengah.
·
Amangkunegara III. K.G.P.A, 1985. Serat
Centhini jilid II Yasan dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom
Amangkunegara III (Ingkang Sinuwun Paku Buana V) Disalin sesuai
dengan aslinya oleh Kamajaya, Yogyakarta: Yayasan Centhini.
·
Arumbinang, Haryono.1996.
“Perbedaan komposisi logam dalam priodenisasi keris”. Makalah Seminar Bentara
budaya 21-28 Agustus 1996.
·
Bulbeck
F, David. 2000. “ Preliminary Results from the 1998-1999 Field Season in Luwu”
(Origin of Complex Society in South sulawesi). Dept. of Archeology and
Anthropology, Australian National University Bidang prasejarah, Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional. Jurnal Ilmiah
·
Burhan M, Agus. 2006. Jaringan Makna
Tradisi hingga Kontemporer. Kenangan purna bakti untuk Prof. Sudarso
sp, MA, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Menarik sekali, terima kasih saudari Nana semoga bisa lebih baik lagi ke depannya. Mungkin bisa dijadikan bahan skripsi;) semangat
BalasHapusadakah kris khusus untuk orang dan acara tertentu?
BalasHapusTerimakasih atas informasinya sangat berguna sekali, semakin sukses untuk kedepannya
BalasHapusTerima kasih informasinya, sangat menarik.
BalasHapusApakah ada ciri-ciri fisik khusus yang dimiliki oleh masing-masing keris kelompok Kanjeng Kyai Ageng, Kanjeng Kyai dan Kyai selain karena nilai sejarah atau asal-usulnya, ya?