Jenis
Serta Fungsi Kain Tenun Pegringsingan Bagi Masyarakat Tenganan
Oleh:
Angela Desya Setiyawan (1401405026)
Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Udayana
Pendahuluan
Negara
kita, Indonesia, telah terkenal dengan kekayaan alam serta kebudayaannya yang
beranekaragam, tak pelak bila Indonesia memiliki hasil-hasil budaya yang melimpah
ruah di seluruh penjuru negeri, salah satunya tenun. Beberapa ahli menduga
kebudayaan menenun berasal dari Mesopotamia dan Mesir sekitar 5000 SM, yang
kemudian menyebar di Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Dalam perkembangannya
kain tenun tidak hanya sebagai kain penutup tubuh tetapi juga memiliki fungsi
lebih misalnya sebagai pakaian adat atau sebagai identitas daerahnya, sebagai
sebuah karya seni, bahkan juga dapat menunjukan strata atau kelas sosial setiap
individu yang mengenakannya.
Salah
satu jenis kain tenun misalnya yang ada di Bali yaitu kain tenun Pegringsingan
atau kain Gringsing yang diproduksi di desa Tenganan, Karangasem. Kain ini
dapat dibuat dengan teknik single ikat ataupun double ikat. Jenis kain tenun double
ikat hanya ada tiga di seluruh dunia yaitu di Jepang, India dan Indonesia (Desa
Tenganan Pagringsingan, Karangasem). Karena kelangkaannya juga proses
pembuatannya yang memakan waktu yang lama bahkan hingga bertahun-tahun lah yang
menjadikan harganya mahal, sehingga untuk kain Gringsing biasanya diwariskan
secara turun temurun dan hanya dikeluarkan di saat-saat tertentu saja.
Pembahasan
Desa
Tenganan Pegringsingan memiliki aturan adat/ awig-awig tersendiri. Adanya awig-awig
tersebut semata-mata untuk melindungi originalitas/
keotentikan dari desa Tenganan baik dari segi adatnya, sosial maupun unsur
religinya. Masyarakat Bali Aga ini tidak pandang bulu terhadap siapapun yang
melakukan pelanggaran baik pemuka adat maupun rakyat biasa akan dikenakan sanksi/
hukuman yang setimpal. Hal yang sudah
diatur dalam hukum adat akan dilaksanakan
dan tanamkan dalam diri masyarakat Tenganan mulai dari bayi, anak-anak, remaja,
maupun yang sudah berkeluarga.
Setiap
masyarakat Tenganan yang telah menikah berhak masuk dalam organisasi masyarakat
desa Tenganan (krama desa). Dalam krama desa Tenganan tidak boleh ada
anggotanya yang berasal dari keluarga yang sama, sehingga setiap keluarga hanya
diwakili satu pasangan saja. Posisi setiap pasangan dalam krama desa dapat digantikan atau pensiun jika pasangannya
meninggal/ bercerai ataupun ada anaknya yang menikah, karena syarat menjadi krama desa adalah berpasangan, selain
itu anggota krama desa tidak boleh
berpoligami, bercerai ataupun cacat fisik.
Lingkungan
Tenganan yang sejuk begitu pula masyarakatnya yang sangat ramah menambah nuansa
damai di desa tersebut. Selain Perang Pandannya, Tenganan juga memiliki kain
tenun Pegringsingan. Kain tenun ini biasa dibuat oleh ibu-ibu di Tenganan. Kain
ini dipercaya memiliki atau mengandung nilai magis yang dipercaya mampu
menghilangkan penyakit. Kata gringsing sendiri mempunyai makna yaitu “gering”
yang artinya sakit dan “sing yang artinya tidak sehingga gringsing berarti tidak
sakit atau terhindar dari wabahatau sebagai penolak bala baik secara fisik
maupun rohani.
Kain
ini memiliki 4 jenis yaitu pat likur, petang dasa, sabuk tubuan, serta anteng.
Jenis ini dibedakan menurut ukurannya. Untuk jenisnya sendiri terdapat beberapa
versi menurut ibu Suarjana jenis kain Gringsing adalah Gringsing Sanan Empeg,
Pat likur, Petang dasa dan Wayang candi, sedangkan menurut ibu Sudiastika jenis
kain Gringsing antara lain:
a.
Petang dasa (40 benang) biasa
dipakai saat upacara merajang (remaja putri yang menarikan tarian Rejang, salah
satu tarian sakral di Tenganan), pernikahan ataupun saat menaiki ayunan pada
ritual Usabha Sambha. Tarian Rejang biasa ditarikan di akhir Perang Pandan
dengan gerakan tari yang lemah gemulai. Tarian ini dilakukan di jaba tengah pura dan dilakukan secara
berkelompok.
b.
Anteng digunakan oleh para
perempuan sebagai penutup dada, biasa dipakai saat upacara nyandang kebo (pada
bulan Januari), para remaja putri dilempari lumpur yang telah dicampur kotoran kerbau oleh remaja pria.
c.
Pat likur (24 benang) biasa
dipakai oleh laki-laki, contohnya Lubeng (motif kalajengking) yang merupakan
Lubeng terkecil.
d.
Sabuk Tubuan juga dipakai oleh
laki-laki, kainnya menyambung/ tidak putus dari leher hingga sarungnya.
Tata
cara menggunakan pakaian upacara sama dengan penggunaan pakaian sehari hari
akan tetapi yang membedakan adalah dalam pemakaian tenun gringsing. Pemakaian
kain gringsing yang beraneka ragam coraknya menimbulkan kesan mewah, ditunjang
dengan atribut lain berupa hiasan kepala berwarna emas dan perak. Untuk
laki-laki menggunakan kamen, saput, sabuk, udeng, keris dan tidak memakai baju,
sedangkan perempuan menggunakan kamen, anteng. Upacara-upacara adat di Tenganan
misalnya upacara ngekehing (upacara bayi
baru lahir), upacara ngetus jambot (upacara
potong rambut), upacara meajak–ajakan
(upacara untuk anak laki-laki berumur 10 tahun), upacara meteruna (upacara untuk anak laki-laki yang sudah remaja), upacara Usabha Sambha (upacara terbesar di desa Tenganan),
upacara perkawinan. Tenun yang di hasilkan oleh masyarakat tenganan mempunyai
beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
a.
Sebagai sarana upacara adat dan
upacara keagamaan
b.
Sebagai pakaian adat masyarakat
Tenganan Pegringsingan
c.
Sebagai pakaian saat upacara
kematian (hanya beberapa saja yang menerapkannya misalnya golongan bendesa),
umumnya dalam upacara kematian di Tenganan tidak ada penggunaan kain Gringsing
sebagai busana orang yang meninggal.
d.
Sebagai sarana untuk Misata atau pengobatan. Kain tenun
Gringsing dipercaya masyarakat Tenganan sebagai kesatuan hidup di
dunia dan akhirat. Dalam membuatnya memerlukan kerapian, kesabaran dan sesuai
dengan apa yang telah diamanatkan leluhur mereka.
Penutup
Tenganan sebagai salah satu desa
Bali Aga sangat mempertahankan keotentikan adat, budaya juga religinya.
Masyarakat Tenganan Pegringsingan sangat bergantung dengan kebudayaan asli mereka
yang identik dengan ritual-ritual keagamaan. Dimana upacara serta kegiatan yang
mereka lakukan merupakan salah satu wujud dedikasi untuk Tuhan. Kain tenun
Pegringsingan memiliki fungsi yang sakral bagi masyarakatnya sendiri yaitu
sebagai busana adat juga sebagai pelengkap upacara keagamaan serta dapat juga
digunakan sebagai mahar atau maskawin karena memiliki nilai seni yang tinggi
serta mengandung makna yang sangat dalam sehingga mempunyai peran penting bagi
kehidupan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan. Tidak semua masyarakat Tenganan
yang memiliki kain tenun Pegringsingan lengkap, karena umumnya kain Gringsing
diwariskan secara turun temurun. Dalam setiap upacara seringkali menggunakan
motif Gringsing yang berbeda-beda, sehingga jika ada keluarga yang tidak
memiliki motif tertentu, maka ia harus meminjam ataupun membelinya dari penenun
Gringsing, karena keberadaan kain Gringsing dalam setiap upacara adat di
Tenganan menjadi suatu keharusan tersendiri. Di tahun 1960-an sendiri kain ini
hampir punah karena jumlah penenunnya yang tersisa hanya dua, hal ini mungkin
disebabkan pengerjaan kain Gringsing yang cukup rumit dan memakan waktu yang
cukup lama. Lalu setelah dunia pariwisata berkembang di Tenganan, mulai
bermunculan pengrajin.
Lampiran
gb. 3 Penggunaan
anteng (yang menutupi dada) serta petang dasa (yang melintang di badan/ sebagai
busananya) dalam tari Rejang (gambar http:// devapradnyana88.blogspot.com/desa-tenganan.html)
Sumber:
http://latifahsosant2012.blogspot.com/2014/eksistensi-kain-gringsing-dalam-ritual.html
Wawancara dengan I
Ketut Sudiastika tanggal 27 Desember 2016
Wawancara dengan
Ibu Sudiastika tanggal 27 Desember 2016
Wawancara dengan
Ibu Suarjana 28 Desember 2016
Makasi desya atas infonya sangat berguna sekali
BalasHapusAda hal yg mau saya tanyakan mengenai pembagian jenis menurut ukurannya, ini maksudnya bagaimana?, karna yang saya baca pembagian jenis nya seperti bukan dari ukuran2nya
Terimakasih, makin sukses untuk kedepannya
informasi yang bermaanfat semoga kedepannya lebih baik lagi
BalasHapusTerima kasih informasinya, sangat bermanfaat.
BalasHapusKalau boleh tau, kapan tepatnya pariwisata mulai berkembang di Tenganan sehingga menyelamatkan kain Gringsing dari kepunahan di tahun 1960-an itu, ya?
Suksma :)
infonya menarik sekali terkait dengan tenun gringsing ini, karena kebanyakan tahu hanya sebatas estetika, ternyata fungsinya banyak ya.
BalasHapussaya ada satu pertanyaan tentang fungsinya sebagai media untuk pengobatan. itu bagaimana ya, bisa tolong diberikan gambaran bagaimana penggunaannya sebagai media tersebut.
terimakasih banyak ya sebelumnya :)