Makna
Lukisan Kamasan di Kertha Gosa
Sang
Ayu Putu Damia Tesarina
1401405033
Pengantar
Pulau Bali
merupakan salah satu pulau yang terkenal
dengan objek wisatanya. Setiap kabupaten memiliki objek wisata yang indah dan
mempunyai sejarah juga tentunya. Bali juga sebagai daerah yang terkenal dengan budayanya yang unik,
tradisi dan kehidupan masyarakat sarat akan makna filosophis yang sesuai dengan
ajaran Agama Hindu yang dianut masyarakatnya secara dominan. Selain itu, Bali
juga memiliki kesenian yang khas yaitu seni lukis. Setiap daerah pun memiliki ciri khas
tersendiri seperti lukisan wayang di Ubud, di Kerambitan, dan di Kamasan.
Lukisan wayang di Desa Kamasan merupakan
lukisan khas yang dibuat oleh penduduk lokal desa Kamasan. Uniknya lukisan ini
terdapat di Kertha Gosa dan terletak pada Bale
Kambang. Kertha Gosa merupakan objek wisata yang ada di Klungkung dan juga salah
satu contoh dari peninggalan sejarah Bali yang terletak di pulau Bali, atau
tepatnya di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung.
Dalam
perkembanganya, lukisan di Bale Kambang Kertha Gosa ini terus diteliti dan di
telaah arti dan makna dari masing-masing lukisan, dalam hal ini peneliti
melakukan wawancara terhadap warga yang bernama bapak I Nyoman Arnawa dan Gede
Jaya selaku penjaga sekaligus penerus keturunan pelukis lukisan di kertha gosa
ini.
Tulisan
ini mencoba memberikan gambaran mengenai makna filosofi yang terkandung pada
lukisan Kamasan di Kertha Gosa. Ada pun juga bertujuan dalam rangka memberikan
informasi bagi penelitian arkeologi lewat kajian etnoarkeologi tentang makna
lukisan tersebut. Untuk itu, fokus permasalahan yang diangkat adalah tentang
makna lukisan wayang Kamasan di Kertha Gosa
beserta sejarahnya menurut masyarakat desa Kamasan itu sendiri.
Pembahasan
Seni Lukis di Bali
Lukisan
merupakan salah satu hasil dari sebuah seni yang memiliki keindahan serta
memiliki makna tersendiri dari si pembuat. Karena Setiap manusia memiliki sudut pandang yang
berbeda di dalam menjalani hidup ini. Begitu pula saat kita membuat suatu
lukisan, masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan
sudut pandang dapat dipengaruhi oleh suasana, waktu, dan kondisi geografis. Jenis-jenis lukisan pun banyak bisa kita temui di berbagai
daerah. Perbedaan-perbedaan dari segi bahan-bahan, alat-alat dan teknik
pembuatan suatu lukisan menghasilkan karakteristik yang berbeda. Ragam seni lukis pun sangat di pengaruhi oleh budaya
masing-masing daerah. Sehingga setiap daerah mempunyai keunikan tersendiri dan
dapat dijadikan sebuah ciri khas suatu daerah.
Bali memang selalu memberikan pesonanya serta memiliki
kesenian dan kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap
daerah di Bali memilki masing-masing kesenian berupa seni patung, seni tari dan
juga seni lukis. Sudah
menjadi bacaan umum, perbedaan yang mencolok dari seni lukis Bali adalah ciri
khas yang lahir dari keadaan lokal, keadaan lokal ini diartikan sebagai situasi
yang tumbuh seiring nilai lain dari hasil budaya yang berkembang dari suatu
daerah diwilayah nusantara, sebelum bernama Indonesia dan merdeka sebagai
negara yang berdaulat. Kantung-kantung kebudayaan ini kemudian mentrasformasi
nilainya menjadi ciri kekhasan dari setiap daerah, dengan tata pemerintaah
kerajaan yang bebeda pula. Keyakinan serta kepercayaan terhadap suatu agama,
keyakinan aliran kepercayaan dan lain-lain sangat besar berpengaruh dalam
membentuk karakter suatu daerah di nusantara. Walapun disadari garis utuh
ciri-ciri kebudayaan disetiap daerah masih memiliki sifat kesamaan.
Pada
awalnya di Bali tidak dikenal lukisan komersial. Yang ada hanyalah lukisan
sebagai kesenian sakral, karena semata-mata dipergunakan sebagai hiasan di
tempat-tempat pertunjukan, di istana-sitana bangsawan dan di pura-pura, baik
itu sebagai umbul-umbul, kober ataupun sebagai langse dan ider-ider. Para
seniman tidak menjual lukisan hasil karyanya kepada masyarakat umum, namun
hidupnya dijamin oleh keluarga raja dan para bangsawan yang memberinya
pekerjaan tetap untuk menghias berbagai istana dan tempat ibadah yang mereka
bangun.
Bahkan
ada satu desa, yaitu Desa Kamasan di sebelah selatan Kota Semarapura atau
Klungkung yang hampir seluruh penduduknya berprofesi sebagai pelukis sejak
jaman kerajaan dulu hingga sekarang karena mereka dulu memang pelukis-pelukis
yang bekerja pada raja Klungkung sehingga ditempatkan secara bersama-sama di
desa Kamasan dan selalu dipekerjakan raja untuk menghias istana (puri) dan
tempat ibadah (pura) yang dibangun keluarga raja ataupun para bangsawan
lainnya.
Lukisan
gaya Kamasan disebut juga Lukisan Gaya Klasik Kamasan karena lukisan gaya ini
berasal dari jaman keemasan kerajaan Bali kuno yang belum mendapat pengaruh
Eropa ataupun pengaruh luar lainnya. Temanya biasanya berasal dari dongeng
tentang kehidupan para dewa, kehidupan kalangan bangsawan dan dongeng-dongeng
binatang atau Tantri. Jarang terdapat lukisan klasik tentang kehidupan
masyarakat umum. Warna-warnanya biasanya diambil dari warna alam, misalnya
untuk warna putih dipergunakan tulang yang dihancurkan, untuk warna hitam
dipergunakan arang, untuk warna biru dipergunakan rumput taum, untuk warna
merah digunakan babakan kayu Sunti, sedangkan untuk warna kuning diambil dari
minyak Kemiri, yang kemudian dicampur dengan perekat sehingga menempel pada
kanvas. Lukisan Gaya Klasik Kamasan hanya memakai dua dimensi saja, panjang dan
lebar, tidak ada perspektif sehingga jauh dekat tidak terlihat, sedangkan obyek
yang dilukis terlihat seperti wayang, datar tanpa sudut pandang (perspektif)
ataupun kedalaman.
Sejarah Lukisan Kamasan di Kertha
Gosa
Zaman
keemasan kerajaan Bali dianggap era pencerahan kesenian. Masa bertahtanya Dalem
Waturenggong pada abad ke-16 melahirkan beragam kesenian seperti Gambuh, Wayang
Kulit, Wayang Wong, Topeng dan sebagainya yang kemudian diacu sebagai kiblat
pengembangan bentuk-bentuk seni pertunjukan masa-masa setelahnya, hingga kini.
Menjelang masa kemerdekaan, para bangsawan Bali sebagai elit penguasa yang
kuasa atas pengaturan sosial ekonomi rakyat, dihormati sebagai penyayang dan
pengayom seni. Aura puri atau keraton berbinar kemilau oleh warna-warni
keindahan seni. Eksistensi seni berkontribusi mendongkrak gengsi kerajaan.
Menurut
hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap bapak I Nyoman Arnawa dan Gede
Jaya di Kertha Gosa pada sabtu lalu hal ini membuat kerajaan berlomba-lomba
untuk saling mempertunjukan hasil kesenian dari masing-masing puri. Puri
Klungkung pun mengadakan lomba lukisan. Nenek moyang dari desa Kamasan mempunyai
anak, ada yang suka berjudi dan ada yang suka membantu orang tua. Salah satu
anaknya ada yang memiliki kemampuan melukis dan mengikuti lomba yang di adakan puri
Klungkung. Anak ini pun tidak tahu bahwa dirinya bertaksu. Taksu dapat dibatasi
sebagai kekuatan dalam {inner power), kekuatan spiritual (spiritual poiver),
atau kekuatan gaib (gagical poiver). Di bidang seni kata metaksu mengandung
arti seniman, karya seni, atau obyek seni lainnya yang sudah matang.
Lukisan dari anak ini pun dijadikan pemenang oleh raja. Raja
tertarik dengan lukisan tersebut karena berbeda dari lukisan lainnya dan raja
merasakan bahwa lukisan itu seolah-olah hidup. Hidup yang dimaksud bukan
bergerak, namun lukisan tersebut seperti memiliki jiwa. Maka dari itu diperintahlah orang dari desa
Kamasan tersebut untuk melukis lukisan wayang di langit-langit Bale Kambang.
Begitulah sepenggal cerita mengenai sejarah lukisan Kamasan yang ada di Kertha
Gosa.
Sekarang lukisan wayang Kamasan itu sudah mengalami beberapa
kali mengalami restorasi. Pada tahun 1930
lukisan tersebut direstorasi oleh para seniman lukis dari Kamasan. Dalam
restorasi tersebut, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan yang semula
terbuat dari kain dan parba diganti dan dibuat di atas eternit, lalu dibuat
lagi sesuai dengan gambar aslinya. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada
tahun 1960.
Makna dari Lukisan Kamasan di Kertha
Gosa
Bale
Kambang Kertha Gosa terletak di tengah dan dikelilingi oleh kolam.
Selain arsitektur bangunan yang indah, keunikan Kerta Gosa terletak di langit-langit bale yang ditutupi dengan lukisan tradisional bergaya Kamasan. Menurut bapak Arnawa sebagai penerus pelukis dari Kamasan ini lukisan-lukisan di langit-langit Kerta Gosa menawarkan pelajaran rohani yang berharga. Jika seseorang melihat hal ini secara rinci, pada setiap bagian langit-langit menceritakan cerita yang berbeda, terdapat satu bagian yang bercerita tentang karma dan reinkarnasi, dan bagian lain menggambarkan setiap fase kehidupan manusia dari lahir sampai mati.
Selain arsitektur bangunan yang indah, keunikan Kerta Gosa terletak di langit-langit bale yang ditutupi dengan lukisan tradisional bergaya Kamasan. Menurut bapak Arnawa sebagai penerus pelukis dari Kamasan ini lukisan-lukisan di langit-langit Kerta Gosa menawarkan pelajaran rohani yang berharga. Jika seseorang melihat hal ini secara rinci, pada setiap bagian langit-langit menceritakan cerita yang berbeda, terdapat satu bagian yang bercerita tentang karma dan reinkarnasi, dan bagian lain menggambarkan setiap fase kehidupan manusia dari lahir sampai mati.
Pada panel tingkat pertama, kedua,
ketiga dan keempat dari atas pada langit-langit bangunan, dapat kita lihat Cerita
tentang Sutasoma. Cara membacanya dimulai dari panil paling atas sebelah
selatan, dari kiri ke kanan. Fragmen ini menceriterakan perjalanan Sang
Sutasoma mencari kebenaran. Adapun juga berisikan tentang perjalanan Sutasoma dari
kerajaan Astina menuju pegunungan Mahameru. Cerita mengenai peperangannya
melawan kejahatan pun ada dalam perjalanan tersebut banyak rintangan yang harus
dihadapi. Namun dengan kekuatan batin yang dimiliki, Sutasoma berhasil
mengatasi segala rintangan.
Panel mengenai Lalintangan, terdapat
pada deret paling bawah langit-langit bangunan Taman Gili. Lalintangan adalah pengertian akan
adanya pengaruh bintang-bintang di langit terhadap kelahiran manusia. Di sini
diceriterakan adanya 35 macam watak manusia yang berbeda-beda menurut hari
lahirnya. Seperti misalkan seseorang lahir pada lintang tertentu dan dari sanalah kita bisa melihat
kepribadian dari seseorang tersebut. Selain itu juga terdapat symbol-simbol
menanam padi, berarti seseorang tersebut kemungkian suka bercocok tanam.
Lukisan-lukisan
mengenai karma phala pun dapat kita jumpai di sini. Dalam Hindu dikenal Hukum Karma Phala. Karma berasal dari
bahasa Sansekerta yang secara harfiah diartikan membuat atau berbuat, sedangkan
Phala berarti buah atau hasil. Sehingga dapat disimpulkan Karma Phala adalah
suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan. Hukum Karma
Phala merupakan salah satu dari Panca Srada, lima kepercayaan dalam Hindu.
Karma Phala merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya bahwa
umat Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Hukum Karma Phala adalah
hukum sebab-akibat, hukum aksi reaksi, hukum usaha dan hasil atau nasib. Hukum
ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan manusia. Jika
hukum itu ditujukan kepada manusia maka disebut dengan hukum karma dan jika
kepada alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan
hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
Selain itu,
menurut jaya lukisan-lukisan yang ada di langit-langit Bale Kambang ini
menceritakan kehidupan Pan Brayut. Kehidupan Pan Brayut ini menceritakan ia
yang dikaruniai 18 orang anak, sehingga mebuat ia sibuk dan tak sempat mengurus
hal-hal lainnya. Terdapat juga lukisan mengenai kehidupan masyarakat di Bali.
bagaimana aktivitas-aktivitas masyarakat di Bali sehari-hari. Seperti kegiatan
upacara agama di Bali, bagaimana keluarga di Bali.
Cerita Pelelindong atau
gempa. Didalam lukisan di langit-langit bale Kertha Gosa
menceritakan pada jaman dulu apabila terjadi gempa merupakan suatu pertanda
entah itu baik ataupun buruk tergantung di bulan apa gempa itu terjadi.
Misalnya, apabila gempa terjadi pada bulan Kasa , tampak Betara Sri sedang
bergoyang, ini pertanda rakyat dan negara akan aman dan sentosa. Begitupun
gempa yang terjadi di bulan-bulan lainnya. Karena apabila terjadi gempa di
bulan tertentu akan memiliki ramalan atau pertanda yang berbeda pula.
Cerita Ni Dyah Tantri. Cerita
ini menceritakan keinginan Ni Dyah Tantri ingin menghapus tentang keinginan
raja yang menikah pada gadis setiap hari. Ia tidak setuju akan hal itu. Maka
dari itu Ni Dyah Tantri mengorbakan dirinya untuk menikah dengan raja tersebut.
Setelah mereka menikah, Ni Dyah Tantri yang mempunyai kemampuan bercerita pun
setiap malam memberikan cerita kepada raja. Sehingga, keinginan raja untuk
menikah setiap hari pun bisa dihilangkan.
Cerita Bhima Swarga menceriterakan perjalanan Bhima (putera
kedua Pandawa) ke Yamaloka yang disertai oleh ibunya Dewi Kunti,
saudara-saudaranya, untuk mencari ayahnya, Pandhu dan ibu tirinya, Dewi Madrim.
Di Yamaloka, dijumpai berbagai peristiwa yang dialami oleh roh (atma) sesuai
dengan perbuatannya di dunia. Misalnya orang yang suka berdusta lidahnya ditarik,
orang yang suka berzinah dibakar dan sebagainya. Apa pun rintangan yang
dihadapinya, tetapi karena semangat dan ketetapan hati yang dimiliki, akhirnya
Bhima berhasil memperoleh air suci (amerta) yang dapat dipergunakan untuk
menebus ayah dan ibu tirinya di Yamaloka.
Begitulah makna-makna yang
terkandung dalam lukisan Kamasan Bale Kambang Kertha Gosa. Setiap cerita
memiliki nilai-nilai positif yang dapat kita ambil. Bagaimana dapat kita lihat
semangat-semangat dalam perjalanan setiap tokoh demi kebenaran, keluarga dan
tetap dijalan yang benar. Selain semangat kita juga bisa melihat dari
kepintaran dari tokoh-tokoh cerita di lukisan.
Kesimpulan
Setiap
karya seni memiliki keindahan dan makna tersendiri dalam hasil karya tersebut.
Begitu juga dengan Lukisan-lukisan Kamasan yang ada di Bale Kambang Kertha
Gosa. Cerita-cerita yang dimuat pada lukisan tersebut sangat menarik dan
memberikan gambaran tentang bagaimana itu hukum karma phala, semangat-semangat
dalam perjalanan dan peperangan dari setiap tokoh dan bagaimana kita harus
tetap berada dijalan yang benar dalam rintangan apapun.
Sumber :
Data ini di dapat dari hasil wawancara dengan
masyarakat Kamasan di Kertha Gosa,
Klungkung, Bali (16 desember 2016) :
I Nyoman Arnawa
Gede Jaya
lampiran foto
terimakasih atas informasi yang disampaikan oleh penulis, sangat unik bagi saya mengenai lukisan di desa kamasan tersebut. saya mau bertanya mengapa jarang terdapat lukisan klasik yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat umumnya?. kemudian jika terdapat lukisan didesa lainnya, apa yang menjadi ciri khas atau yang membedakan lukisan didesa tersebut dengan lukisan yang lainnya?
BalasHapusterimaksih atas informasinya, ada hal menarik bagi saya, apa ciri khas dari lukisan tersebut dengan lukisan lain?
BalasHapusterimakasih uss. ciri khas lebih penggambaran berupa wayang dan warna yg digunakan juga ya uss ^^
HapusTerima kasih infonya dam, mungkin untuk gambar yang lebih detailnya bisa di lampikan sekalian 😁
BalasHapushehe iyaa maaf ya kurang. terimakasih lanaaa
Hapusmbok masukan gambarnya satu-satu dong kalau bisa , kemudian diberi penjelasan dari maing-masing gambarnya. Krn saat sy datang langsung kesana susah dpt informasi alias tidak ada guide yg bersedia memberi penjelasan, sekedar tulisan pun tidak ada disana jdnya minim infrmasi.
BalasHapusHallo kak mau tanya, narasumber yg di wawancara tsb, keturunan asli pelukis awal lukisan di langit2 bale kerta gosa yaa? Atau masyarakat umum dri desa kamasan saja?? Mohon jawabannya, terimakasih
BalasHapus