Kamis, 29 Desember 2016

Bhatara Da Tonta Dalam Masyarakat Trunyan

Bhatara Da Tonta dalam Masyarakat Trunyan
(Studi Etnografi)

Oleh : I Kadek Sudana Wira Darma

Desa Trunyan terletak di dalam suatu kepundan (kawah) gunung berapi purba, yang telah meletus beberapa ribu tahun yang lalu. Gunung berapi itu ialah Gunung Batur Purba. Sebagian lubang kepunden itu kemudian terisi air sehingga kini telah berubah menjadi danau yang bernama Danau Batur. Di sebelah barat kepunden tersebut, tumbuh anak gunung berapai setinggi 1717 mdpl yang kini dikenal dengan nama Gunung Batur. Desa Trunyan terletak di sebelah Timur Danau Batur, letaknya terpencil sehingga untuk mencapainya harus ditempuh jalan darat maupun air. Jalan darat dari Penelokan hanya sampai di dermaga yang ada di Desa Kedisan. Dari sana orang harus menyeberang Danau Batur dengan perahu untuk sampai di Desa Trunyan. Selain jalan air ini, perjalanan dari Desa Kedisan ke Trunyan dapat ditempuh lewat jalan darat juga. Jalan ini berupa jalan yang tidak lebar, dibuat di tebing bukit di sebelah timur Desa Buahan, Abang dan Trunyan.
Religi masyarakat Trunyan berbeda dari agama Hindu Bali, karena jika dibandingkan dengan agama Hindu Bali, masih lebih banyak berlandaskan kepada kepercayaan trunyan Asli. Misalnya pemujaan dalam hal pemujaan, mereka bukan memuja dewa-dewa seperti Siwa, Wisnu dan Brahma, melainkan memuja dewa-dewa pribumi Trunyan yang menurut mereka merupakan leluhur mereka sendiri seperti Ratu Sakti Pancering Jagat, Ratu Sakti Madue Raja, Ratu Sakti Madue Gama.
Ratu Sakti Pancering Jagat berbentuk sebuah patung (arca) raksasa, peninggalan zaman megalitik, yang oleh penduduk setempat dianggap sebagai Dewa Tertinggi yaitu Ratu Sakti Pancering Jagat (Bhatara Da Tonta). Menurut keyakinan mereka patung ini bukan hasil karya manusia, melainkan piturun, artinya diturunkan dari langit. Patung ini kini ditempatkan di dalam Pura Pancering Jagat Terunyan (Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali) tepatnya pada bangunan suci beratap ijuk tujuh tingkat, yang disebut Meru Tumpang Pitu. Pintu masuk utama Pura Pancering Jagat  sebuah kori agung menghadap ke barat, karena  menurut masyarakat Desa Trunyan   dalam menentukan arah mata angin  yang disebut kelod  (selatan) adalah kearah Danau Batur, sedangkan di daerah Bali lainnya seperti di Denpasar, Gianyar arah laut yang menjadi kelodnya (selatan).
Konon patung Bhatara Da Tonta yang berada di Pura Ratu Sakti Pancering Jagat, bermula dari penemuan seorang petani yang kala itu berburu membawa sekor anjing ke tengah hutan Belongan Trunyan, namun tiba-tiba anjing pemburu ini menyalak dengan sengitnya, sehingga membuat sang petani penasaran, ketika dicek ditemukanlah sebuah benda kecil berupa patung seukuran 9cm, setelah dicoba untuk di ambil, ternyata patung tersebut melekat dipermukaan bumi dan tidak bisa dicabut. Petani tersebut menutupi patung itu dengan saab (penutup sajian upacara) kemudian menceritakannya kepada penduduk desa. Ternyata patung tersebut membesar tiap hari sehingga mereka membangun pelinggih gedong untuk menaunginya. Namun, atapnya ditembus patung yang terus membesar hingga akhirnya dibangun méru tingkat sebelas (kini hanya tujuh tingkat karena empat tingkat teratas roboh) yang menjadi Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali. Patung berhenti tumbuh setelah ukurannya mencapai 4 meter. Penduduk desa kemudian pindah ke lokasi sekitar pura sementara lokasi yang terdahulu diubah fungsinya untuk berladang.

Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali di Trunyan di-sungsung ( dimuliai/disembahyangi) oleh banyak desa di luar Desa Trunyan, sehingga mereka turut mengambil bagian dalam upacara perayaan Saba Gede (upacara besar) pada Purnama Kapat, yakni memperingati dewa Tertinggi Trunyan. Dalam upacara Purnama Kapat sebagai odalan Ratu Sakti Pancering Jagat dilaksanakan rangkaian ritual. Sehari sebelum upacara tersebut, dilaksanakan pembersihan terhadap arca Bhatara Da Tonta dengan menggunakan air suci (tirta) oleh masyarakat Trunyan. Lima hari setelah Purnama Kapat di pentaskan pula tarian sakral yaitu barong brutuk. 

7 komentar:

  1. Tulisannya sangat menarik wira,, setelah membaca tulisanya ini saya cuma ada satu pertanyaan,, arti sebenarnya arca bhatara da tonta bagi masyarakat trunyan itu apa sih wir??

    BalasHapus
  2. Hallo kakak wira ~
    Sudah bagus kok tulisannya, tapi ada yg mau ditanyain dikit sih. Jadi gini, arca Bhatara Da Tonta apa cuma diletakkan di Pura Pancering Jagat aja ? Atau semua Pura di Trunyan memiliki arca Bhatara Da Tonta tsb ? Terima kasih ~

    BalasHapus
  3. Tiara : bagi masyarakat trunyan Bhatara Da Tonta (Ratu Pancering Jagat) dianggap dewa yang turun dari langit yang memberikan perlindungan bagi masyarakat trunyan
    Ayu Kinanti :letak arca Bhatara Da Tonta tersebut hanya terdapat di satu pura saja.

    BalasHapus
  4. halo wira.. info yang di dapatkan dari tulisan ini sangat menarik.. saya ingin bertanya sedikit.. tidak susah kok pertanyaannya.. ciri khas arca Bhatara Da Tonta ini apa sih? terimakasih

    BalasHapus
  5. Kalo saya sendiri belum pernah melihat arca ini secara langsung, karena tidak semua orang dapat melihatnya, namun menurut narasumber arca ini setinggi 4m dengan bentuk seperti manusia dengan hiasan yang masih sederhana, mungkin seperti arca2 tipe megalitik. Te4imaksih

    BalasHapus
  6. Pembahasannya sangat menarik Kak, terima kasih atas informasinya. Untuk upacara tersebut dilakukan dalam setahun berapa kali Kak? Dan apakah orang dari luar desa boleh melihat kegiatan tersebut beserta arcanya?

    BalasHapus
  7. info nya sangat bermanfaat dan menarik... saya ingin bertanya, seberapa penting keberadaan arca Bhatara Da Tonta dan ada atau tidak upacara khusus untuk arca nya tersebut?

    BalasHapus