Bhatara
Da Tonta dalam Masyarakat Trunyan
(Studi
Etnografi)
Oleh : I Kadek Sudana
Wira Darma
Desa Trunyan
terletak di dalam suatu kepundan (kawah) gunung berapi purba, yang telah
meletus beberapa ribu tahun yang lalu. Gunung berapi itu ialah Gunung Batur
Purba. Sebagian lubang kepunden itu kemudian terisi air sehingga kini telah
berubah menjadi danau yang bernama Danau Batur. Di sebelah barat kepunden
tersebut, tumbuh anak gunung berapai setinggi 1717 mdpl yang kini dikenal
dengan nama Gunung Batur. Desa Trunyan terletak di sebelah Timur Danau Batur,
letaknya terpencil sehingga untuk mencapainya harus ditempuh jalan darat maupun
air. Jalan darat dari Penelokan hanya sampai di dermaga yang ada di Desa
Kedisan. Dari sana orang harus menyeberang Danau Batur dengan perahu untuk
sampai di Desa Trunyan. Selain jalan air ini, perjalanan dari Desa Kedisan ke
Trunyan dapat ditempuh lewat jalan darat juga. Jalan ini berupa jalan yang
tidak lebar, dibuat di tebing bukit di sebelah timur Desa Buahan, Abang dan
Trunyan.
Religi
masyarakat Trunyan berbeda dari agama Hindu Bali, karena jika dibandingkan
dengan agama Hindu Bali, masih lebih banyak berlandaskan kepada kepercayaan
trunyan Asli. Misalnya pemujaan dalam hal pemujaan, mereka bukan memuja
dewa-dewa seperti Siwa, Wisnu dan Brahma, melainkan memuja dewa-dewa pribumi
Trunyan yang menurut mereka merupakan leluhur mereka sendiri seperti Ratu Sakti
Pancering Jagat, Ratu Sakti Madue Raja, Ratu Sakti Madue Gama.
Ratu Sakti
Pancering Jagat berbentuk sebuah patung (arca) raksasa, peninggalan zaman
megalitik, yang oleh penduduk setempat dianggap sebagai Dewa Tertinggi yaitu
Ratu Sakti Pancering Jagat (Bhatara Da Tonta). Menurut keyakinan mereka patung
ini bukan hasil karya manusia, melainkan piturun,
artinya diturunkan dari langit. Patung ini kini ditempatkan di dalam Pura
Pancering Jagat Terunyan (Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali) tepatnya pada bangunan
suci beratap ijuk tujuh tingkat, yang disebut Meru Tumpang Pitu. Pintu masuk utama Pura Pancering Jagat sebuah kori agung menghadap ke barat,
karena menurut masyarakat Desa
Trunyan dalam menentukan arah mata
angin yang disebut kelod (selatan) adalah kearah Danau Batur,
sedangkan di daerah Bali lainnya seperti di Denpasar, Gianyar arah laut yang
menjadi kelodnya (selatan).
Konon patung
Bhatara Da Tonta yang berada di Pura Ratu Sakti Pancering Jagat, bermula dari
penemuan seorang petani yang kala itu berburu membawa sekor anjing ke tengah
hutan Belongan Trunyan, namun tiba-tiba anjing pemburu ini menyalak dengan
sengitnya, sehingga membuat sang petani penasaran, ketika dicek ditemukanlah
sebuah benda kecil berupa patung seukuran 9cm, setelah dicoba untuk di ambil,
ternyata patung tersebut melekat dipermukaan bumi dan tidak bisa dicabut. Petani tersebut menutupi patung itu
dengan saab (penutup sajian upacara)
kemudian menceritakannya kepada penduduk desa. Ternyata patung tersebut
membesar tiap hari sehingga mereka membangun pelinggih gedong untuk
menaunginya. Namun, atapnya ditembus patung yang terus membesar hingga akhirnya
dibangun méru tingkat sebelas (kini hanya tujuh tingkat karena empat tingkat
teratas roboh) yang menjadi Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali. Patung
berhenti tumbuh setelah ukurannya mencapai 4 meter. Penduduk desa kemudian
pindah ke lokasi sekitar pura sementara lokasi yang terdahulu diubah fungsinya
untuk berladang.
Pura Bali Dèsa
Pancering Jagat Bali di Trunyan di-sungsung
( dimuliai/disembahyangi) oleh banyak desa di luar Desa Trunyan, sehingga
mereka turut mengambil bagian dalam upacara perayaan Saba Gede (upacara besar) pada Purnama
Kapat, yakni memperingati dewa Tertinggi Trunyan. Dalam upacara Purnama Kapat sebagai odalan Ratu Sakti Pancering Jagat
dilaksanakan rangkaian ritual. Sehari sebelum upacara tersebut, dilaksanakan
pembersihan terhadap arca Bhatara Da Tonta dengan menggunakan air suci (tirta)
oleh masyarakat Trunyan. Lima hari setelah Purnama
Kapat di pentaskan pula tarian sakral yaitu barong brutuk.
Tulisannya sangat menarik wira,, setelah membaca tulisanya ini saya cuma ada satu pertanyaan,, arti sebenarnya arca bhatara da tonta bagi masyarakat trunyan itu apa sih wir??
BalasHapusHallo kakak wira ~
BalasHapusSudah bagus kok tulisannya, tapi ada yg mau ditanyain dikit sih. Jadi gini, arca Bhatara Da Tonta apa cuma diletakkan di Pura Pancering Jagat aja ? Atau semua Pura di Trunyan memiliki arca Bhatara Da Tonta tsb ? Terima kasih ~
Tiara : bagi masyarakat trunyan Bhatara Da Tonta (Ratu Pancering Jagat) dianggap dewa yang turun dari langit yang memberikan perlindungan bagi masyarakat trunyan
BalasHapusAyu Kinanti :letak arca Bhatara Da Tonta tersebut hanya terdapat di satu pura saja.
halo wira.. info yang di dapatkan dari tulisan ini sangat menarik.. saya ingin bertanya sedikit.. tidak susah kok pertanyaannya.. ciri khas arca Bhatara Da Tonta ini apa sih? terimakasih
BalasHapusKalo saya sendiri belum pernah melihat arca ini secara langsung, karena tidak semua orang dapat melihatnya, namun menurut narasumber arca ini setinggi 4m dengan bentuk seperti manusia dengan hiasan yang masih sederhana, mungkin seperti arca2 tipe megalitik. Te4imaksih
BalasHapusPembahasannya sangat menarik Kak, terima kasih atas informasinya. Untuk upacara tersebut dilakukan dalam setahun berapa kali Kak? Dan apakah orang dari luar desa boleh melihat kegiatan tersebut beserta arcanya?
BalasHapusinfo nya sangat bermanfaat dan menarik... saya ingin bertanya, seberapa penting keberadaan arca Bhatara Da Tonta dan ada atau tidak upacara khusus untuk arca nya tersebut?
BalasHapus